UU MD3 Melahirkan Manusia Setengah Dewa

Salah satu isu yang saat ini sedang hangat dibicarakan pelajar dan mahasiswa adalah kontroversi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3 terbaru yang telah disahkan DPR. pada 12 Februari 2018, revisi UU ini mengundang kontroversi karena berpotensi menjadikan anggota DPR kebal hukum. UU MD3 adalah Undang-undang tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD. Undang-undang ini berisi aturan mengenai wewenang, tugas, dan keanggotaan MPR, DPR, DPRD dan DPD. Hak, kewajiban, kode etik serta detil dari pelaksanaan tugas juga diatur. Aturan ini menggantikan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 mengenai MD3 yang dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum.

Berikut beberapa pasal dari UU MD3 yang telah direvisi dan dianggap kontroversi:

Pasal 73
Undang-undang sebelum direvisi menyatakan bahwa polisi membantu memanggil pihak yang enggan datang saat diperiksa DPR. Kini pasal tersebut ditambah dengan poin bahwa Polisi wajib memenuhi permintaan DPR untuk memanggil paksa.

Pasal 122 huruf k
pasal 122 huruf k yang berbunyi MKD bertugas mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Pasal 245 tentang pemeriksaan anggota DPR
Pemeriksaan anggota DPR yang terlibat tindak pidana harus ada pertimbangan MKD sebelum DPR memberi izin. Padahal pada tahun 2015 MK sudah memutuskan bahwa pemeriksaan harus dengan seizin presiden, bukan lagi MKD.

Pakar hukum dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Bivitri Susanti, menyebut UU itu merupakan kriminalisasi terhadap rakyat yang kritis terhadap DPR. "Pasal yang seakan-akan menakut-nakuti masyarakat itu harus dibatalkan, karena tidak sesuai dengan nafas konstitusi yang melindungi warga untuk menyatakan pendapat," tegasnya. Selain itu, pasal lain yang dinilai bermasalah adalah wewenang pemanggilan paksa oleh DPR. "Ada pasal lain, mereka bisa memanggil paksa setiap orang yang dipanggil oleh DPR dalam konteks fungsi tertentu. Memanggil paksa ini dengan menggunakan kewenangan oleh kepolisian, jadi kepolisian wajib untuk memenuhi request (permintaan) mereka bila ada pemanggilan paksa, yang menurut kami merusak demokrasi di Indonesia," kata Bivitri.

Kritik terhadap UU MD3 juga disampaikan oleh dua partai di DPR yaitu PPP dan Partai Nasdem, yang mengusulkan agar presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu. "PPP berharap presiden keluarkan Perppu untuk ganti ketentuan yang dianggap kontroversial, dan kemudian DPR dapat merevisi kembali dengan membuka ruang konsultasi publik secara luas," jelas Arsul Sani dari Fraksi PPP.

Dari ketiga pasal diatas menurut saya UU MD3 adalah undang-undang yang tidak sepantasnya ada dan berlaku. Secara kita sebagai rakyat Indonesia yakin bahwa seluruh anggota DPR yang terpilh memiliki kualitas pendidikan dan pengalaman yang baik. Sehingga sangat tidak masuk akal mereka membuat undang-undang yang merusak hak rakyat untuk berpendapat terlebih untuk mengkritik dan melanggar konstitusi (UUD 1945). Selain itu dengan adanya UU MD3 membuat rakyat takut akan menyampaikan kritik terutama apabila terjadi kesalahan pada DPR dalam melaksanakan tugasnya nanti, mungkin apabila UU MD3 ini tetap ada dan berlaku seterusnya, sangat memungkinkan UU MD3 dapat merusak citra dari bangsa Indonesia yang merupakan Negara demokrasi.

Mohon maaf apabila dalam penulisan ini ada kata-kata yang salah dan mungkin ada yang juga merasa tersinggung mohon dimaafkan. karena maksud dari penulisan ini hanya untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas 5- makalah Konflik Israel Palestina

CONTOH THREAD PADA WINDOWS

Manajemen Pengadaan