Tugas 4- MAKALAH PILKADA

MAKALAH
PENDIDIKAN KEWARGA NEGARAAN
“PILKADA”

Image result for logo gunadarma hd

Disusun Oleh
Muhammad Irfan Nabawi (24117095)

KELAS 1KB03
FAKULTAS FIKTI
















KATA PENGANTAR



Sebelumnya saya mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada saya , sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini .

Semoga makalah ini dapat memenuhi kewajiban kami dalam tugas mata kuliah Pendidikan Kewarga Negaraan. Adapun harapan kami, semoga makalah ini dapat menambah wawasan pembaca mengenai Pilkada.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.


Depok, 13 Januari 2018
Penulis



Muhammad Irfan Nabawi






















DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… 2

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………... 3

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………...  4

A.    Latar Belakang ……………………………………………………………….   4

B. Tujuan Penulisan ………………………………………………………………  4

BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………….  5

I.                   Pengertian dan landasan hokum...…………………………………………. 5

II.                 Pelaksanaan dan penyelewengan Pilkada…...……………………………......   6

III.              Solusi untuk menanggulangi masalah Pemilu  …………………….…………  8


BAB III PENUTUP …………………………………………………………………..10

A.    Kesimpulan …………………………………………………………………… 10

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….. 10

















BAB I

PENDAHULUAN

  1.1.      Latar Belakang
Kesadaran akan pentingnya demokrasi sekarang ini sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari peran rakyat Indonesia yang dalam melaksanakan Pemilihan Umum dengan jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya yang sedikit. Pemilihan umum ini langsung dilaksanakan secara langsung pertama kali untuk memilih presiden dan wakil presiden serta anggota MPR, DPR, DPD, DPRD di tahun 2004. Walaupun masih terdapat masalah yang timbul ketika waktu pelaksanaan. Tetapi masih dapat dikatakan suses.
Setelah suksesnya Pemilu tahun 2004, mulai bulan Juni 2005 lalu di 226 daerah meliputi 11 propinsi serta 215 kabupaten dan kota, diadakan Pilkada untuk memilih para pemimpin daerahnya. Sehingga warga dapat menentukan peminpin daerahnya menurut hati nuraninya sendiri.

1.2.    RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian dan landasan hukum Pilkada 
2. Pelaksanaan dan penyelewengan Pilkada
3. Solusi untuk menanggulangi masalah Pemilu 

1.3.    TUJUAN
   1. Mengtahui pengertian dan landasan hukum pilkada 
   2. Mengerti akan pelaksanaan dan penyelewengan pilkada
   3. Mengetahui solusi untuk menanggulangi masalah pemilu 













BAB II

PEMBAHASAN 

1.      Pengertian dan Landasan Hukum Pilkada

Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti pemerintahan. Sehingga demokrasi dapat diartikan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Pemerintahan yang kewenangannya pada rakyat. Semua anggota masyarakat (yang memenuhi syarat ) diikutsertakan dalam kehidupan kenegaraan dalam aktivitas pemilu.Demokrasi di negara Indonesia bersumberkan dari Pancasila dan UUD ’45 sehingga sering disebut dengan demokrasi pancasila. Demokrasi Pancasila berintikan musyawarah untuk mencapai mufakat, dengan berpangkal tolak pada faham kekeluargaan dan kegotongroyongan
Indonesia pertamakali dalam melaksanakan Pemilu pada akhir tahun 1955 yang diikuti oleh banyak partai ataupun perseorangan. Dan pada tahun 2004 telah dilaksanakan pemilu yang secara langsung untuk memilih wakil wakil rakyat serta presiden dan wakilnya. Dan sekarang ini mulai bulan Juni 2005 telah dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah atau sering disebut pilkada langsung. Pilkada ini merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Ada lima pertimbangan penting penyelenggaraan pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.
A.    Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama ini telah dilakukan secara langsung.

B.     Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Wali Kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

C.     Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat (civic education). Ia menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.

D.    Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memerhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.

E.     Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, stock kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa. Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi Pemilu 2004. Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pilkada langsung ini.

2.      Pelaksanaan dan penyelewengan pilkada

Pemilu langsung merupakan salah satu jalan terbaik dan dinilai paling bijaksana untuk memilih perwakilan dalam system pemerintahan. Itu semua berdasarkan dalam Pancasila sila ke 4 yang menjelaskan bahwa untuk ikut serta dalam system pemerintahan maka kita harus menunjuk perwakilan. Perwakilan tersebut dapat dipilih melalui Pemilu baik pemilihan Presiden maupun Kepala Daerah masing – masing secara langsung dan sesuai hati nurani masing – masing dengan harapan orang yang terpilih dapat menjadi wakil dalam system pemerintahan untuk memperjuangkan aspirasi rakyat.
Dalam pelaksanaannya, Pemilu dilaksanakan dan diawasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU menjadi lembaga independent yang bertugas untuk mengatur, mengawasi dan melaksanaan pemilu ini agar dapat terlaksana dengan demokratis. Mulai dari seleksi bakal calon, persiapan kertas suara, hingga pelaksanaan pemilu ini.
Dalam pelaksanaan pemilu di lapangan banyak sekali ditemukan penyelewengan – penyelewengan. Kecurangan ini dilakukan oleh para bakal calon seperti :
1.      Money Politik

Dalam sebuah Pesta Demokrasi (Pemilu) tentu saja ada pihak yang menang dan yang kalah. Semua orang berlomba – lomba untuk mencari cara untuk mendapat dukungan dengan berbagai cara.  Sepertinya halnya dalam kasus Money Politik. Kasus ini selalu saja hadir dan menyertai dalam setiap pelaksanaan Pemilu. Para pengusa yang memiliki materi yang berlimpah dengan mudahnya memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah, maka dengan mudah mereka dapat diperalat dengan mudah.

Money pilitik dapat dicontohkan yaitu ketika salah satu dari kader bakal calon membagi bagikan uang kapada masyarakat dengan syarat harus memilih bakal calon tertentu. Tapi memang dengan uang dapat membeli segalanya. Dengan masih rendahnya tingkat pendidikan seseorang maka dengan mudah orang itu dapat diperalat dan diatur dengan mudah hanya karena uang. Jadi sangat rasional sekali jika untuk menjadi calon kepala daerah harus mempunyai uang yang banyak. Karena untuk biaya ini, biaya itu.

2.      Intimidasi

Intimidasi yaitu suatu cara dimana seseorang mampu mempengaruhi orang lain dengan cara kekerasan yang diserta ancaman. Sebagai contoh seorang pegawai pemerintah tingkat dasar (pegawai kecamatan) melakukan intimidasi terhadap warganya agar mencoblos salah satu calon. Jika tidak maka konsekuesinya adalah bantuan raskin akan dihentikan. Hal ini sangat menyeleweng sekali dari aturan pelaksanaan pemilu yang bebas dan rahasia.

3.      Pendahuluan start kampanye
Tindakan ini paling sering terjadi. Padahal sudah sangat jelas sekali aturan aturan yang berlaku dalam pemilu tersebut. Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan baliho, spanduk, selebaran. Sering juga untuk bakal calon yang merupakan Kepala daerah saat itu melakukan kunjungan keberbagai daerah. Kunjungan ini intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati pemilu. Ini sangat berlawanan yaitu ketika sedang memimpin dulu. Selain itu media TV lokal sering digunakan sebagai media kampanye. Bakal calon menyampaikan visi misinya dalam acara tersbut padahal jadwal pelaksanaan kampanye belum dimulai.
4.       Kampanye negative

Kampanye negatif ini dapat timbul karena kurangnya sosialisasi bakal calon kepada masyarakat. Hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat masih sangat kurang terhadap pentingnya informasi. Jadi mereka hanya “manut” dengan orang yang disekitar mereka yang menjadi panutannya. Kampanye negatif ini dapat mengarah dengan munculnya fitnah yang dapat merusak integritas daerah tersebut.

5.      Manipulasi Data

Terkadang untuk memperoleh suara lebih agar menang dalam pemilihan langsung. Pihak – pihak yang memiliki link terhadap panitia pemilu tidak segan meminta untuk memaniplasi data yang ada. Maniulasi data adalah memberikan data yang tidak benar dan merupakan pembohongan public. Sebagi contoh. Hasil sebuah pemilu tidak benar dengan aslinya karena datanya telah dirubah oleh pihak terkait.

3.      Solusi menaggulangi
Solusi tepat yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah :
1.      Daftar Pemilih Tetap (DPT); Potensi kecurangan dapat diminimalisir dengan ikut berperan aktif dalam memeriksa dan melaporkan bila terdapat pemilih yang belum terdaftar, pemilih ganda atau terdaftar lebih dari satu kali, pemilih dari unsur TNI/Polri, pemilih yang tidak lagi memenuhi syarat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada. Untuk dapat melakukan hal tersebut, harus pula dipahami tata cara pemutakhiran data pemilih pemilu sebagaimana yang telah diatur dalam Keputusan KPU Nomor 12 Tahun 2010.

2.      Money Politik; Meskipun relatif sulit ditemukan bukti-bukti kecurangan model ini, kesaksian penerima uang sangat berarti dalam mengungkapkan praktek money politik atau jual-beli suara ini. Perlu dilakukan upaya serius dan upaya membangun kesadaran politik masyarakat untuk bersedia mengungkap praktek yang menjadi cikal-bakal perbuatan korup para pejabat negara ini.


3.      Penggunaan surat suara Pemilu yang tidak terpakai untuk menambah perolehan suara calon tertentu; Kecurangan model ini mudah untuk diantisipasi manakala pada saat rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara dilangsungkan di TPS, para saksi, pemantau dan juga masyarakat bisa langsung meminta kepada petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) memberi tanda silang atau men-centang surat suara yang tidak terpakai dan yang rusak dengan spidol atau pena dan memasukkannya di Berita Acara Rekapitulasi Penghitungan Suara seperti yang diatur dalam Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2010.

4.      Terlibatnya secara masif aparat pemerintahan dalam pemenangan calon tertentu, menggiring suara pemilih dan terkadang juga mendikte pemilih untuk memilih calon tertentu. Kecurangan model ini bisa diantisipasi dengan memberi teguran langsung kepada pejabat, PNS, aparat negara lainnya atau melaporkannya kepada Pengawas Pemilu (Panwaslu). Rekam aksi para aparat pemerintah yang disinyalir melakukan kampanye bagi pemenangan calon tertentu, kumpulkan bukti-bukti dan kesaksian yang relevan untuk itu dan melaporkanya kepada Panwas Pemilu untuk diambil tindakan sebagaimana mestinya. Pelaksanaan kampanye Pemilu diatur dalam Keputusan KPU Nomor 69 tahun 2009.

5.      Berubahnya perolehan suara pada saat rapat pleno penghitungan suara dilakukan. Potensi kecurangan Pemilu dengan merubah perolehan suara ini sesungguhnya tidak mungkin dilakukan apabila para saksi, pemantau dan pengawas pemilu bekerja sesuai SOP-nya. Bila pun masih terjadi, berarti telah terdapat kesepakatan dari unsur-unsur yang terlibat untuk melakukan pelanggaran dimaksud. Untuk mengantisipasi kecurangan model ini, menurut hemat penulis cuma ada satu cara, amati dengan seksama perolehan suara yang terdapat dalam surat suara dan cocokkan dengan hasil rekapitulasinya sebelum Berita Acara Rekapitulasi Penghitungan Suara di TPS ditandatangani. Untuk para saksi dan pengawas Pemilu, minta salinan Berita Acara berikut lampiranya untuk kemudian dibawa dan dicocokkan pada saat rekapitulasi dilakukan di jajaran penyelenggara selanjutnya.
Kecurangan Pemilu terjadi bukan saja karena terbukanya peluang untuk itu, tetapi juga karena kurangnya kesadaran serta pemahaman akan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Mengutip sebuah iklan layanan masyarakat dari sebuah lembaga pendidikan di Tanggamus "Demokrasi bersemi karena peran serta masyarakat", mari kita sukseskan Pemilu di semua tingkatan dengan peran serta aktif menjaga berlangsungnya Pemilu yang jujur dan adil.
Dalam melaksanakan sesuatu pasti ada kendala yang harus dihadapi. Tetapi bagaimana kita dapat meminimalkan kendala kendala itu. Untuk itu diperlukan peranserta masyarakat karena ini tidak hanya tanggungjawab pemerintah saja. Untuk menanggulangi permasalah yang timbul karena pemilu antara lain :
1.      Seluruh pihak yang ada baik dari daerah sampai pusat, bersama sama menjaga ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pilkada ini. Tokoh tokoh masyarakat yang merupakan panutan dapat menjadi souri tauladan bagi masyarakatnya. Dengan ini maka dapat menghindari munculnya konflik.

2.      Semua warga saling menghargai pendapat. Dalam berdemokrasi wajar jika muncul perbedaan pendapat. Hal ini diharapkan tidak menimbulkan konflik. Dengan kesadaran menghargai pendapat orang lain, maka pelaksanaan pilkada dapat berjalan dengan lancar.


3.      Sosialisasi kepada warga ditingkatkan. Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat memperoleh informasi yang akurat. Sehingga menghindari kemungkinan fitnah terhadap calon yang lain.

4.      Memilih dengan hati nurani. Dalam memilih calon kita harus memilih dengan hati nurani sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Sehingga prinsip prinsip dari pemilu dapat terlaksana dengan baik.



























BAB III
KESIMPULAN

Bangsa yang belajar adalah bangsa yang setiap waktu berbenah diri. Pemerintah Indonesia telah berusaha membenahi sistem yang telah dengan landasan untuk mengedepankan kepentingan rakyat. Walaupun dalam pelaksanaan pilkada ini masih ditemui berbagai macam permasalhan tetapi ini semua wajar karena indonesia baru menghadapi ini pertama kalinya setelah pemilu langsung untuk memilih presiden dan wakilnya.
Ini semua dapat digunakan untuk pembelajaran politik masyarakat. Sehingga masyarakat dapat sadar dengan pentingnya berdemokrasi, menghargai pendapat, kebersamaan dalam menghadapai sesuatu. Manusia yang baik tidak akan melakukan kesalahan yang pernah dilakukan. Semoga untuk pemilihan umum yang berikutnya permasalah yang timbul dapat diminimalkan. Sehingga pemilihan umum dapar berjalan dengan lancar.

Daftar Pustaka


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas 5- makalah Konflik Israel Palestina

CONTOH THREAD PADA WINDOWS

Manajemen Pengadaan